Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin melalui Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan menghasilkan inovasi berupa bumbu penyedap rasa dengan bahan dasar utama Ikan Peperek (atau disebut juga ikan Bete-bete). Inovasi ini merupakan hasil penelitian Prof. Dr. Ir. Meta Mahendradatta, Guru Besar Bidang Teknologi Pangan Unhas, yang memanfaatkan ikan tersebut sebagai bahan utama. Ikan Peperek tergolong berharga murah dan jumlahnya melimpah.
Melalui wawancara pada Senin (27/12), Prof. Meta menjelaskan awal mula inovasi tersebut hadir mengingat sebagian besar bumbu penyedap yang dimanfaatkan masyarakat berbahan dasar dari daging atau ayam. Pemanfaatan ikan sebagai bahan utama masih sangat kurang.
Wilayah Indonesia utamanya Provinsi Sulawesi Selatan kaya akan hasil tangkapan ikan. Hal ini yang menjadi alasan utama inovasi bumbu penyedap berbahan ikan hadir dengan bahan baku Ikan Bete-bete atau Peperek yang belum banyak digunakan. Saat ini, pengelolaan Ikan Peperek masih terbatas pada proses pengeringan untuk dijadikan ikan asin. Padahal, dengan inovasi lebih akan meningkatkan nilai tambah ikan tersebut.
“Bahan dasar ikan yang digunakan terlebih dahulu diproses secara fermentasi menghasilkan terasi ikan dengan penambahan cengkeh dan kayu manis. Hal ini dimaksudkan mencegah pembentukan histamin. Selanjutnya terasi yang terbentuk dihancurkan dan ditambahkan bumbu dan rempah lainnya. Jadi prinsipnya adalah memaksimalkan penggunaan ikan yang kurang dimanfaatkan,” jelas Prof. Meta.
Dalam menghasilkan inovasi tersebut, Prof. Meta mengakui tantangan yang dirasakan jika hasil tangkapan ikan berfluktuasi, maka akan berpengaruh terhadap proses produksi. Selain itu, durasi proses fermentasi yang cukup lama juga menjadi tantangan tersendiri. Olehnya itu, perlu perhatian khusus agar hasilnya tidak rusak atau kurang baik. Namun, berbagai hambatan dapat terselesaikan dengan kerja sama tim dan ketepatan durasi yang dilakukan.
Adapun bahan-bahan yang diperlukan yakni Ikan Peperek dengan bahan pendukung seperti cengkeh, kayu manis, garam, bawang putih dan bawang merah. Pada masa mendatang, Prof. Meta akan mengupayakan agar memperpendek waktu fermentasi untuk proses produksi lebih efisien. Selain itu, juga ditentukan kemasan yang tepat untuk produk bumbu penyedap agar mempunyai nilai jual tinggi.
“Harapannya tentu diversifikasi pengolahan ikan. Bukan hanya diolah menjadi sajian siap santap, tapi juga menjadi produk bumbu penyedap yang dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama dan diterapkan untuk banyak jenis masakan,” tutup Prof. Meta. (mir/UNHAS)