
Universitas Hasanuddin menjadi salah satu dari 60 perguruan tinggi di Indonesia yang terlibat dalam Indonesia Universities Climate Conference (IUCC) yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerja sama dengan Kedutaan Besar Inggris di Indonesia. Hadir sebagai delegasi Unhas yakni Direktur Komunikasi (Ir. Suharman Hamzah, Ph.D) yang memaparkan paper terkait isu iklim Indonesia.
IUCC merupakan wadah penggerak sektor akademik dalam membahas solusi adaptasi, mitigasi, serta pendanaan iklim Indonesia. Kegiatan berlangsung secara luring terbatas dengan penerapan protokol kesehatan Covid-19 di Hotel Le Meridien, Jakarta, dan terhubung secara virtual melalui platform zoom pada Selasa (29/03) hingga Rabu (30/03).
IUCC merupakan perhelatan pertama yang mempertemukan perwakilan dari puluhan universitas di Indonesia untuk membahas hasil COP-26 (UN Climate Change Conference in Glasglow) dan Glasglow Climate Pact, sebuah dokumen kesepakatan negara-negara dalam mencegah kenaikan temperatur global dan meminimalisir dampak krisis iklim.Ketua sekaligus founder FPCI, Dr. Dino Patti Djalal mengatakan pemerintah Indonesia menyatakan dalam G-20 bahwa salah satu prioritas nasional saat ini adalah transisi hijau untuk memperbaiki kondisi iklim nasional maupun global.
“Perubahan nasional Indonesia tidak bisa hanya dilakukan secara individu, namun harus menggaet banyak sektor termasuk sektor pendidikan. Perubahan iklim adalah supra-issue yang dimana semua masalah-masalah lainnya mengikuti perubahan iklim,” kata Dino. Pada kesempatan yang sama, Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, H.E Owen Jenkins dalam sambutannya mengungkapkan apresiasi atas terselenggaranya IUCC. Perguruan tinggi berperan penting dalam memberikan solusi, inspirasi, dan juga menjadi moda pembelajaran melalui riset teknologi.
Perguruan tinggi juga berperan menyelesaikan masalah ini sekaligus menjadi jembatan penghubung antara Indonesia dengan negara-negara global terkait isu ini. “Dari konferensi ini, kita berharap kita bisa mengumpulkan ide-ide yang dapat dibawa pulang ke lembaga masing-masing. Universitas di Indonesia juga pastinya dapat mengambil bagian dalam mewujudkan net zero world seperti yang sudah dilakukan oleh universitas-universitas di luar negeri,” jelas Owen Jenkins.
Dalam kegiatan ini, masing-masing perwakilan perguruan tinggi yang hadir memberikan tanggapan dan masukan dari setiap paper yang telah terkumpulkan.Unhas yang diwakilkan oleh Ir. Suharman Hamzah, Ph.D., memberikan pandangannya terkait isu iklim di Indonesia dalam sesi forum group discussion. Beliau berpendapat bahwa isu iklim Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus bagi perguruan tinggi.
“Ini menjadi bagian dari tridarma perguruan tinggi, dimana harusnya institusi pendidikan tinggi terlibat aktif dan menjadi lembaga terdepan dalam berbagai isu atau permasalahan yang dihadapi Indonesia,” ungkap Suharman. Menurut Suharman, perguruan tinggi harus membangun jaringan untuk memperkuat mitigasi hingga ke tingkat nasional. Pertimbangan kebelanjutan lingkungan hidup juga perlu menjadi bagian dari kerja sama regional pada lingkup ASEAN maupun sektor yang lebih luas.
Terdapat beberapa rekomendasi yang dihasilkan berkaitan dengan isu iklim di Indonesia, seperti perlunya perubahan pola pikir dari manajemen krisis iklim menjadi manajemen risiko iklim. Peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam seperti banjir, kekeringan, longsor seharusnya dikaitkan dengan fenomena perubahan iklim. Dengan perubahan pola pikir ini, pemerintah dan masyarakat tidak hanya melakukan kegiatan tanggap bencana namun juga melakukan upaya jangka panjang untuk membantu masyarakat beradaptasi dan ikut serta mencegah terjadinya bencana. (mir/UNHAS)