Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Hasanuddin menyelenggarakan program ‘Visiting Lecture” dengan topik “Forensic Expert Obligation: The Good, The Bad and The Ugly”. Mengundang dosen tamu seorang ahli Forensik dan Saksi Ahli, Dr. Meiya Sutisno, BSc. (Hons), PH.D (Med) dari Sydney, Australia.
Kegiatan berlangsung dimulai pukul 09.00 Wita yang terhubung secara virtual melalui aplikasi zoom meeting, Senin (11/4).Kegiatan dibuka oleh Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Unhas, drg. Muhammad Ruslin, M.Kes., Ph.D., Sp.BM(K).
Dalam sambutannya Prof. Ruslin menyampaikan terima kasih dan apresiasinya atas kehadiran narasumber ahli yang membagikan infromasi, ilmu serta pengalaman dibidangnya.
“Kesempatan berharga bagi FKG Unhas kehadiran narasumber Pakar Forensik dan Saksi Ahli dari Australia. Banyak hal yang akan dibagikan dan tentunya akan bermanfaat bagi pengembangan keilmuan bidang kedokteran gigi dalam mengidentifikasi korban bencana,” kata Prof. Ruslin.
Mengawali kegiatan, Peter Sahelangi, drg., Sp.OF (K), DFM Senior Supt (Ret), (Sub Departemen Forensik dan Kedokteran, Fakultas Kedokteran & Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin) memberikan penjelasan terkait tindakan rekonstruksi wajah dan Identifikasi Superimposisi dengan metode identifikasi yang merupakan alat investigasi untuk menghasilkan identitas potensial pada korban bencana massal.
Dalam setiap kasusnya memerlukan metode rutin pengidentifikasi primer seperti sidik jari, analisis DNA, dan perbandingan catatan gigi.“Kepolisian Republik Indonesia telah membentuk tim Disaster Victim Investigation (DVI) yang menggunakan rekonstruksi dan superimposisi Craniofacial untuk menyelidiki dan mengidentifikasi korban hidup dan mati. Seperti pada beberapa kasus bom bunuh diri di Indonesia,” jelas Peter.
Dalam mengidentifikasi korban sangat diperlukan koordinasi yang baik antara tim DVI dengan petugas investigasi, yang dilakukan mulai dari lokasi kejadian. Kebutuhan utama tim DVI Indonesia adalah dokter dan dokter gigi terlatih dalam SOP Interpol DVI.
Dr. Meiya Sutisno, BSc. (Hons), Ph.D (Med)., selanjutnya menjelaskan bukti proses mumifikasi Mesir Kuno terkait perubahan posisi tubuh dengan melakukan identifikasi melalui analisis morfologi dalam investigasi forensik. Identifikasi dilakukan pada bagian wajah secara detail dari bentuk kerangka wajah, hingga ke bagian bentuk telinga.
Lebih lanjut, Dr. Meiya Sutisno, juga menjelaskan peran dari saksi ahli dalam setiap prosedur kesaksian persidangan. “Tugas seorang saksi ahli adalah memberikan bukti yang relevan dan tidak memihak di bidang keahliannya, dengan tetap bebas dari bias atau konflik kepentingan,” kata Meiya.
Setelah pemaparan pemateri, kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab yang diikuti oleh sekitar 300 orang peserta yang diantaranya berasal dari Fakultas Kedokteran Gigi Unhas. (dhs/UNHAS).