Sebagai bentuk pemanfaatan kegiatan ekonomi dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat, Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin mendirikan pusat Inovasi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Kampung Rimba.
Fakultas Kehutanan Unhas mengembangkan berbagai potensi HHBK untuk dibudidayakan sebagai produk inovasi. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan sumber daya alam yang sangat melimpah di Indonesia.
HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani serta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit, buah atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain.
Fakultas Kehutanan Unhas mengolah berbagai potensi yang dapat dikembangkan diantaranya, budidaya jamur, budidaya ulat sutra, budidaya lebah madu, penanaman tanaman minyak kayu putih dan pengembangan agroforestry.
Pengembangan Inovasi Hasil Hutan Bukan Kayu dikelola oleh beberapa dosen diantaranya, Dr. Ir. Baharuddin, MP (Koordinator), Dr. Ir. Syamsuddin Millang, M.S, Ira Taskirawati, S.Hut., M.Si., Ph.D., Ir. Budiaman, M.P dan Dr. Ir. Sitti Nuraeni, M.P.Dr. Baharuddin menjelaskan bahwa Pengembangan HHBK mulai berdiri sejak akhir tahun 2020. Berdirinya pengembangan HHBK dilatarbelakangi adanya gedung dan lahan kosong milik Fakultas Kehutanan yang belum dimanfaatkan.
“HHBK sudah mulai dilirik sejak tahun 1980 dari berbagai pihak dengan meningkatnya kajian dan tulisan dalam jurnal ilmiah bereputasi seperti scopus. Sejak itu, hasil hutan kayu dari hutan mulai dibatasi dan menjadi langka serta isu lingkungan yang berkaitan dengan pemanasan global,” kata Dr. Baharuddin.
Dengan adanya pengembangan inovasi HHBK menjadi salah satu upaya untuk mengurangi terjadinya kerusakan hutan, maka pemungutan dan proses pengolahan hasil hutan bukan kayu memberikan dampak yang kecil terhadap lingkungan. Disamping itu, dengan adanya pengembangan inovasi bisa menjadi jaring pengaman di masa krisis pandemi Covid-19.
Lebih lanjut, Dr. Baharuddin menuturkan pengembangan inovasi HHBK juga memiliki pengaruh yang baik untuk mahasiswa dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan terkait teori HHBK secara langsung dilapangan.
Mahasiswa melakukan inovasi budidaya pemanenan, pengolahan pasca panen dan berbagai produk yang dapat bekerja sama dengan bidang ilmu teknologi pengolahan pangan, gizi FKM, dan farmasi. Tentunya inovasi tersebut atas dasar riset oleh para dosen Fakultas Kehutanan dengan melibatkan mahasiswa.
“Mahasiswa juga diajari cara berwirausaha dari hasil yang didapatkan dari pengembangan inovasi ini, seperti produk sutra dan jamur. Dengan demikian, melalui inovasi yang dikembangkan Fakultas Kehutanan akan bisa lebih dikenal oleh masyarakat luar,” kata Dr. Baharuddin.
HHBK sangat baik untuk dikembangkan karena dapat bermanfaat untuk mengurangi emisi karbon. Pengembangan HHBK pun sangat strategis mensejahterakan masyarakat dalam hal bidang ekonomi dengan nilai jual dari HHBK terbilang cukup tinggi. Seperti nilai jual dari produk ulat sutra, jamur, lebah madu, gaharu dan minyak atsiri.
Selain itu, Fakultas Kehutanan Unhas juga akan mengembangkan serat HHBK dari tumbuhan pangan hutan selain jamur dan madu, bioenergi, dan produk cuka dari bahan berlignoselulosa. (dhs/UNHAS)